6 Mar 2013

Faksionalisasi dalam Tubuh Partai Demokrat Demi pertarungan Politik 2014

Oleh: Shinta Dewi

Melihat dampaknya yang begitu jelas, yakni menggusur dan mendelegitimasi kepemimpinan Anas Urbaningrum di Partai Demokrat, tudingan Nazaruddin tak lepas dari kepentingan lain internal partai yang selama ini ingin merebut kursi ketua umum. Juga tidak lepas dari kepentingan pihak luar partai yang ingin membuat citra buruk Partai Demokrat secara keseluruhan. Muara dari semua itu adalah pertarungan politik 2014.

Setelah terpilih secara sah sebagai ketua umum, sekaligus mengalahkan Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng, langkah Anas Urbaningrum terbuka lebar dalam karir politik dan kepartaian.
Bahkan jika tidak mencalonkan diri sebagai presiden, Anas tetap memiliki suara penting sebagai ketua umum untuk menentukan siapa saja yang bias memakai Partai Demokrat untuk maju ke pemilihan presiden. Di sisi lain, kekalahan faksi Marzuki, dan terlebih Andi, menyisakan kekecewaan besar.

Andi Malarangeng yang notabene secara penuh didukung Kubu Cikeas kalah telak oleh Anas yang sejak awal tidak diunggulkan, bahkan tidak mendapat dukungan penuh dari Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebenarnya isu adanya politik jual-beli suara dalam Kongres Demokrat tidak terlalu seksi dan hanya rumor yang beredar di kalangan internal partai saja. Namun sejak Nazaruddin tertangkap dan mengumbar nyanyian di media, isu ini tiba-tiba meledak dan terus menghiasi headline pemberitaan. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat merasa tidak nyaman dengan pemberitaan media terhadap Demokrat pada saat tersebut.

Faksi Marzuki yang kurang puas dengan hasil Kongres seperti mendapat angina segar. Marzuki mulai melakukan manuver. Dia mendompleng kebijakan SBY yang mencoret dan mempreteli satu per satu politisi Kubu Anas, serta menariknya ke Kubu Marzuki dan Andi.

Kekuatan Anas di Dewan Pimpinan Partai dan Fraksi Demokrat dipangkas. Banyak pihak di dalam Partai Demokrat menilai Marzuki sangat bergairah menggusur Anas, jika perlu lewat Kongres Luar Biasa. Sesuai aturan partai, Anas hanya bias digusur melalui kongres atau jika dia menjadi tersangka kasus korupsi.

Melihat jalan hukum untuk menjerat Anas kian kecil peluangnya, Faksi Marzuki mendesak SBY untuk segera mengambil tindakan politik terhadap Anas. Usaha ini bahkan diketahui banyak pihak dengan bocornya pesansingkat (SMS) Marzuki kepada Yudhoyono.

Dalam pesan yang tersebar luas ke publik itu, Marzuki membujuk SBY untuk “Mengambil langkah tegas menyelamatkan partai dari kegagalan manajemen dan kepemimpinan.”
Kepemimpinan Partai Demokrat memang di tangan Anas Urbaningrum. Tetapi tidak
dipungkiri, figur SBY dan keputusannya adalah pusat gravitasi partai. Itu sebabnya, semua faksi pada akhirnya tetap bergantung dan “merengek” kepada Yudhoyono seperti yang dilakukan Faksi Marzuki Ali.


Tujuan maneuver Marzuki adalah mempersempit ruang gerak politik Anas, membuatnya tidak berkutik, sampai akhirnya menyerah dan mengundurkan diri.

Namun, harapan itu kandas. Anas tetap tidak termakan isu dan rumor. Ia justru terus menggalang kekuatan di tingkat daerah. Anas semakin rajin keliling daerah menjumpai kade‐kader Partai Demokrat seluruh Indonesia, sehingga fondasi kekuatannya di tingkat bawah justru menguat. Anas Urbaningrum tahu persis, kongres luar biasa tak mungkin terselenggara tanpa dukungan penuh di tingkat daerah dan cabang. Inilah yang membuat SBY gamang untuk menyelenggarakan kongres  luar biasa.

Pertemuan silaturahmi dewan pendiri dan Pembina beberapa waktu lalu setalah mencuatnya kasus Hambalang nyatanya tidak menghasilkan satu keputusan berarti yang dapat mengarah pada kongres penggusuran Sang Ketua Partai, Anas Urbaningrum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar