6 Mar 2013

Ramai-ramai "Membunuh" Anas Urbaningrum

Oleh: Shinta Dewi

Ditekan dari atas, disikut dari kiri dan kanan, dan didorong dari belakang. Begitulah keadaan Anas Urbaningrum Sang Ketua Partai Besar yang kini sedang dikucilkan dan dikepung sana-sini.
Suhu politik Partai Demokrat kini semakin memanas, sejumlah senior partai meminta Anas Urbaningrum untuk legowo mengundurkan diri demi menyelamatkan partai yang tersandra oleh ketidakjelasan status hukum sang ketua dalam kasus Hambalang.

Seperti yang sering kita dengar, Anas disebut-sebut oleh M Nazaruddin terlibat dalam korupsi proyek Hambalang. Tuduhan ini sebenarnya masih belum dapat dibuktikan oleh KPK, namun isu dan opini yang berkembang berkata beda. Banyak masyarakat yang mengamini bahkan meyakini bahwa Anas terlibat korupsi.

Tidak hanya media dan musuh-musuh Anas yang menggembar-gemborkan isu dan opini ini, lima menteri dari Demokrat dan sejumlah gubernur dari Demokrat pun ikut angkat suara untuk meminta SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat turun tangan menyelamatkan Partai Demokrat.

Anas tidak hanya menghadapi tantangan internal, tapi juga kepungan media massa dan persaingan partai utama seperti Golkar dan Nasdem. Tuduhan Nazaruddin kepada Anas dan pernyataan rival Anas di Partai Demokrat secara luas menjadi makanan empuk media massa besar, termasuk jaringan televisi berpengaruh, yang dimiliki oleh pengusaha yang juga politisi pesaing Demokrat.
Sulit untuk menyebut ada media yang netral dan berimbang dalam pemberitaan tentang Anas. Media yang dimiliki politisi pesaing Demokrat ikut menabuh gendang tuduhan Nazaruddin. Mereka berkepentingan mengkerdilkan Demokrat dan menghancurkan nama Anas sebagai ketua umumnya.
Seperti diketahui, Stasiun TVOne, ANTV dan situs online VivaNews adalah milik Aburizal Bakrie (Golkar). Setiap hari media-media ini tak bosan-bosan menggembor-gemborkan berita tentang Anas dan potensi kehancuran partai Demokrat. Berita-berita headline selalu menampilkan berita “kapan Anas ditangkap?” “kapan Demokrat bubar?” “KPK Tidak Tegas”, dan Kalimat provokatif lainnya. Media-media ini tidak pernah ada investigasi yang mendalam dan berimbang dalam menyajikan berita. Sangat Subjektif.

Jika demikian, status pers sebagai salah satu pilar demokrasi patut kita pertanyakan. Pers sebagai corong kebenaran? Atau corong partai? Coba kita telisik lebih dalam, pernahkah TVOne membahas tentang kasus Lumpur lapindo? atau investigasi mendalam tentang kasus mafia pajak Gayus Tambunan?

Belum lagi jaringan MetroTV dan Harian Media Indonesia milik Surya Paloh (Nasdem) yang kontinyu mengupas kasus ini habis-habisan. Grup Media Indonesia ini juga pernah dibantu oleh Hari Tanoesoedibjo yang menguasai MNC Group (RCTI, MNCTV, GlobalTV, dan Koran Seputar Indonesia).

Jelas, baik Aburizal Bakrie maupun Surya Paloh sudah menyatakan ambisinya maju dalam Pemilihan Presiden 2014. Mereka seperti mendapat “angin segar” karna siapa pun tau, pesaing terbesar mereka adalah Anas Urbaningrum.

Grup media Kompas secara tradisional cenderung berpihak pada PDI Perjuangan yang juga bakal punya kandidat presiden sendiri. Sementara Tempo Group (majalah, koran, TV dan situs online) cenderung lebih bersimpati kepada SriMulyani salah satu kandidat yang disebut bakal menjadi calon presiden lewat Partai Demokrat.

Perang media bukan suatu hal yang rahasia lagi toh? sekadar mengutip sana-sini seperti menelan mentah pernyataan Nazaruddin. Itu sudah lumrah. Media massa dan siapa pun yang berbicara tentang kasus hukum semestinya mengacu pada fakta-fakta hukum yang terungkap di pengadilan, bukan pernyataan di luar pengadilan.

Setiap tuduhan pidana harus didasarkan setidaknya pada dua alat bukti yang sah di samping memegang asas praduga tak bersalah. Tanpa itu, pemberitaan media akan cenderung menjadi ajang penyebaran fitnah yang keji.

Dulu kita tentu masih ingat saat Anas membuat tantangan yang sangat serius: “Gantung Anas di Monas jika terbukti terlibat korupsi Kasus Hambalang.”

Tak pernah ada seorang politisi yang berani menyatakan sumpah serupa. Pernyataan itu sebenarnya merupakan tantangan besar bagi siapa saja, termasuk media massa dan aparat hukum KPK untuk secara serius menginvestigasi dan menemukan bukti kuat keterlibatan Anas.

Dan jika bukti tak ditemukan, semua pihak, Nazar, juga media massa harus bertanggung jawab untuk membersihkan nama Anas Urbaningrum. Secara tidak langsung, nama anas sudah tercoreng, padahal tuduhan nazaruddin itu bahkan sampai sekarang belum pernah dibenarkan KPK dan tidak jelas juntrungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar